Minggu, 19 Februari 2017

Telaah Naskah Jawa Kuno “Bharata Yoeddha-Kawi"



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Secara umum, Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, baik pada zaman Jawa Kuno, Jawa Tengahan, Jawa Baru maupun Jawa Modern. Di negeri kita Indonesia ini sangat kaya akan budaya, terutama kaya akan karya sastra yang identik lahir pada zaman kuno yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Sastra Jawa Kuno meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno sekitar abad ke-9 sampai abad ke-14 Masehi. Karya sastra ini ditulis baik dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin). Sastra Jawa Kuno yang kita kenal dewasa ini diwariskan dalam bentuk  manuskrip dan prasasti. Manuskrip-manuskrip yang memuat teks Jawa Kuno tersebar sampai ribuan jumlahnya, sementara prasasti-prasasti ada kira-kira puluhuan jumlahnya yang meski tidak semua prasasti memuat teks kesustraan. Karya sastra Jawa Kuno sebagian besar terlestarikan di Bali dan ditulis pada lontar. Walaupun sebagian besar sastra Jawa Kuno banyak yang dilestarikan di Bali, di Jawa tidak sedikit pula sastra Jawa Kuno yang dilestarikan. Sastra jawa kuno yang populer dan yang sering kita kenal pada zaman dewasa ini, misalnya kakawin Ramayana, kakawin Bharatayuddha, dan lain-lain.
Sastra Jawa Kuno yang akan penulis bahas di sini adalah mengenai Kakawin Bharatayuddha yang berisi tentang peperangan hebat antara Pandhawa melawan Kurawa. Kakawin Bharatayuddha Pada makalah ini, kami akan membahas kutipan kakawin Bharatayuddha pada saat perang di medan Kurusetra, yaitu saat Arjuna sedang berperang melawan
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana deskripsi umum naskah Kakawin Bharatayuddha?
2.      Bagaimana garis besar isi Kakawin Bharatayuddha?
3.      Bagaimana penyajian data kutipan dari naskah Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20?
4.      Apa hal menarik yang dapa diambil dalam naskah Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan deskripsi umum naskah Kakawin Bharatayuddha.
2.      Memberikan gambaran secara garis besar Kakawin Bharatayuddha.
3.      Menyajikan data penelitian mengenai kutipan naskah Kakawin Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20.
4.      Memberikan penjelasan mengenai analisa teks naskah Kakawin Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20.

D.      Batasan Masalah
Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat encapai sasaran yang diharapkan, maka penulis membatasi permasalahan pada:
1.         Kajian naskah yang dibahas dalam penelitian ini hanya kajian naskah yang ada dalam naskah Bharatayuddha.
2.         Kajian yang dituju adalah kajian teks pada Pupuh XII bait 11-20 naskah Bharatayuddha.















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Gambaran Umum Naskah
Naskah ini berjudul “Bharata Yoeddha-Kawi”, judul ini terdapat pada halaman ketiga. Naskah ini merupakan naskah salinan yang merupakan hasil tulisan dari Raden Pandji Soerja Widjaja. Naskah ini merupakan karya dari dua orang Mpu, yaitu Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dan ditulis kembali di Surakarta pada abad kesembilan belas, dengan ukuran naskah 29x22 cm dan terhitung dengan 213 halaman. Naskah ini tergolong naskah kuno dan memiliki metrum kakawin. Disebutkan dalam katalog Nancy Florida volume 3, naskah ini tersimpan di Perpustakaan Hardjonagaran (selanjutnya disebut PH) dengan kode HN 24 Reel 217/8. Bentuk tulisan pada naskah ini cursive dengan penggunaan pena lancip tinta hitam (naskah yang terdapat dalam PH: Quadratic Karaton Surakarta script) dan naskah ditulis di atas kertas yang bercapkan tulisan yang berbahasa Belanda (dalam PH: dluwang gedhong).
Dalam naskah yang kami teliti, kami menemukan dua jenis perbaikan kesalahan penulisan dalam proses penyalinan naskah. Yang pertama, kami berpendapat bahwa penulis menulis dan mengalami kesalahan dan langsung dibenarkan. Yang kedua, kami menilai penulis menyalin semua tulisan seperti aslinya, lalu kemudian dikoreksi kembali untuk dibenarkan penulisannya. Untuk jenis yang pertama, penulis memberikan koreksi pada tulisan dengan cara aksara diberikan sandhangan suku dengan wulu agar terlihat lebih rapi. Yang kedua, penulis mengoreksi semua tulisan lalu membenarkan kesalahan penulisannya dengan cara tulisan yang salah, atau aksara yang salah diberikan garis bawah, lalu aksara yang benar dituliskan di atas tulisan yang salah, karena tidak ada lagi ruang untuk menulis di sampingnya. Jadi, kami menyimpulkan bahwa kesalahan-kesalahan dengan cara pembenaran tersebut merupakan style atau gaya penulis dalam penulisan.

B.       Garis Besar Kakawin Bharatayuda
Pertarungan terakhir dalam Baratayuda antara Duryudana melawan Bima. Empu Sedah berkisah dalam kitabnya ini tentang perang besar Pandawa-Kurawa. Bharatayuda, adalah istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebut perang besar di Kurukshetra antara keluarga Pandawa melawan Kurawa. Perang ini merupakan klimaks dari kisah Mahabharata, yaitu sebuah wiracarita terkenal dari India. Istilah Bharatayuda berasal dari kata Bharatayuddha (Perang Bharata), yaitu judul sebuah naskah kakawin berbahasa Jawa Kuna yang ditulis pada tahun 1157 oleh Mpu Sedah atas perintah Maharaja Jayabhaya, raja Kerajaan Kadiri.  Sebenarnya kitab baratayuda yang ditulis pada masa Kediri itu untuk simbolisme keadaan perang saudara antara Kerajaan Kediri dan Jenggala yang sama sama keturunan Raja Erlangga. Keadaan perang saudara itu digambarkan seolah-olah seperti yang tertulis dalam Kitab Mahabarata karya Vyasa yaitu perang antara Pandawa dan Kurawa yang sebenarnya juga keturunan Vyasa sang penulis Kisah Kakawin Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuda oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta. Di Yogyakarta, cerita Baratayuda ditulis ulang dengan judul Serat Purwakandha pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V. Penulisannya dimulai pada 29 Oktober 1847 hingga 30 Juli 1848. Kakawin Bhāratayuddha di antara karya-karya sastra Jawa Kuna, adalah yang paling termasyhur. Kakawin ini menceritakan peperangan antara kaum Kurawa dan Pandawa, yang disebut peperangan Bharatayuddha.
Kitab Kakawin Bharatayuda kuno ini digubah oleh dua orang yaitu: mpu Sedah dan mpu Panuluh. Bagian permulaan sampai tampilnya prabu Salya ke medan perang adalah karya mpu Sedah, selanjutnya adalah karya mpu Panuluh. Konon ketika mpu Sedah ingin menuliskan kecantikan Dewi Setyawati, permaisuri prabu Salya, ia membutuhkan contoh supaya dapat berhasil. Maka putri prabu Jayabaya yang diberikan kepadanya. Tetapi mpu Sedah diduga berbuat kurang ajar sehingga ia dihukum dan karyanya harus diberikan kepada orang lain. Tetapi menurut mpu Panuluh sendiri, setelah hasil karya mpu Sedah hampir sampai kisah sang prabu Salya yang akan berangkat ke medan perang, maka tak sampailah hatinya akan melanjutkannya. Maka mpu Panuluh diminta melanjutkannya. Kitab/kakawin ini masih dapat ditemukan sampai sekarang ini dikarang oleh Empu Sedah, seorang abdi dalem istana Kediri. Dia menggubah kitab ini pada tahun 1079 Saka atau 1157 Masehi, dengan sengkalan Sanga Kuda Suddha Candrama. Tapi tenyata Tuhan tak meluluskan keinginannya untuk menyelesaikan kitabnya ini. Beliau keburu meninggal dunia sebelum karyanya ini selesai.  Kakawin Bharatayudha dipersembahkan kepada Prabu Joyoboyo (memerintah di Kerajaan Kediri atau Daha pada tahun 1130-1157 Masehi, Mapanji Joyoboyo, Joyoboyo Laksana atau Sri Warmeswara.
Cerita dalam Kakawin Bharatayudha dimulai dengan perjalanan Kŗşņa menuju negara Gajāhwaya untuk mewakili Pāņdawa dalam perundingan dengan Kurawa untuk menuntut bagian kerajaan.  Perundingan tersebut tampaknya tidak menemui kata sepakat sehingga meletuslah perang di antara Pāņdawa dan Kurawa.  Silih berganti kedua belah pihak mengajukan jago-jago terbaiknya sebagai panglima tertinggi pemimpin pasukan.  Lama-kelamaan posisi Kurawa semakin terjepit sampai akhirnya berhasil dikalahkan dan tumpas hingga ke akarnya.  Cerita berakhir dengan kenaikan Kreshna beserta para Pāņdawa ke surga hingga akhirnya tibalah zaman Kali dan Wişnu kembali menjelma dalam diri Raja Jayabhaya guna memulihkan perdamaian dan kesejahteraan di Pulau Jawa.

C.      Sajian Data
Kutipan dari Kakawin Bharatayuddha Kutipan di bawah ini mengambarkan suasana perang di Kurukshetra, yaitu saat dimana Arjuna berhadapan dengan sang kakeknya, resi Bhisma.

Tuwi sira nrepa Kreshnnanindyasarathi n umarep, Aparimita rumakshe sang partha n seddeng alaga, Syapa ta kurukulangheratanggwa ri pamukira, Rinasa n asemu kala krodhangentyakena jagat

Dan raja Kreshna juga uang menjadi kusir kereta dan dengan mahirnya maju ke depan. Dengan tidak ada taranya ia melindungi sang Arjuna yang sedang bertempur. Siapakah di antara orang Kurawa yang dapat bertahan untuk menahan serangan raja Kreshna? Orang merasakan seolah-olah Kreshna itu dewa waktu yang marah dan akan membinasakan dunia

Niyata laruta sakwehning yodha sakurukula, Yata n angutusa sang sri bhisma dronna sumuruda, Tuwi peteng i walekning rennwangde lewu wulangun, Wekasan awa tekapni rah lumramaddeti lebu

Orang-orang prajurit Kurawa semuanya pasti akan binasa apabila Drona da Bhisma tidak memerintahkan untuk mundur. Begitu pula penglihatan menjadi gelap disebebkan oleh debu yang berhamburan,sehingga menyebabkan kebingungan. Akhirnya teranglah lagi karena darah yang mengalir kian kemari itu bercampr dengan debu

Ri marinika peteng tang rah lwir sagara magebek, Makalatuha rawisning wira n mati mapupuhan, Gaja kuda karanganya hrwanjrah pannddana n ika sok, Aracana makakawyang sura tan wedi maputih

Setelah gelap itu hilang, darah kelihatan seperti lautan ang mengombak. Kumis orang-orang pahlawan yang gugur karena berhantam-hantaman dapat disamakan dengan rumput laut, sedangkan gajah dan kuda disamakan dengan karang laut sedangkan panah yang tersebar dimana-mana dapat disamakan dengan pohon pandan yang berdekatan. Orang-orang pahlawan yang tidak takut mengadakan serangan pembalasan itu dapat disamakan dengan penyair yang menyusun syair.

Irika sira maharshi n karyyamuk tan ilu murud, Pinanah inirup endah mangkin garjjita masiga, Hana n asemu katon ring dik lawan widik angeddap, Kadi gila kadi maya lalitya n paratha-rathan

Pada waktu itu sang resi besar tertinggal sendiri karena ia akan membuat serangan ia tidak ikut lari. Walaupun ia dipanah dan dikepung, namun ia malahan bertambah indah kelihatannya dan makin besar kegembiraannya. Ada beberapa orang yang rupa-rupanya kelihatan di angkasa, seolah-olah berkilauan. Secara bermain-main mereka naik kereta, kelihatan seperti khayalan dan tidak sungguh

Karannanira n umangso sri duryyodhana sakuni, Makamuka krepa salya dronna mwang sakurukula, Padda  mulat i kasuran sang bhismaticaya dahat, Sara waranira sar sok lumra ring tawang awilet

Maka dari sebab itu raja Duryudana dan Sengkuni maju ke depan dengan didahului oleh Krepa, Salya, Drona dan keluarga Kurawa. Mereka melihat keberanian sang Bhisma yang luar biasa itu. Panahnya yang tajam beterbangan keseluruh arah dalam kelompok yang berimpit-impitan dan tidak karuan keadaannya di angkasa.



Lewu marika kasaktin sang parthapana-panahan, Kasatagunna kakottyan dening hru parama reshi, Pinarawasa tinanggul de sang phalgunna tinahen, Makin asusun atambeh lwir warshangibeki langit

Panah-panah itu dialahkan dan ditahan dalam gerakannya oleh Arjuna. Arjuna sangat luar biasa kepandaiannya dalam hal menembak dengan panah. Walaupun demikian halnya, panahnya yang ratusan julahnya itu masih diatasi oleh panah sang resi besar yang berjuta-juta jumlahnya. Sebab makin lama makin berlipat ganda jumlah panah sang Bhisma dan jumlahnya makin bertambah seperti hujan yang memenuhi angkasa.

Irika n asemu kepwan sang partharddha kaparihan, Lumihat i paranathakweh mating ratha karunna, Nya sang irawan anak sang parthawas lawan ulupuy,Pejah alaga lawan sang srenggi rakshasa nipunna

Pada ketika itu rupanya Arjuna menjadi gelisah dan agak kecewa, setelah ia melihat raja-raja yang secara menyedihkan telah terbunuh dalam keretanya. Di sanalah terdapat Irawan anak Arjuna dari ibunda Dewi Ulupuy yang gugur dalam pertempuran dengan sang Srenggi, ialah seorang raksasa yang ulung.

Ya karannanira sang sri kreshnan laghawa tumeddun, Saka ri ratha sang anten mungwing bhumi yang umaso, Sahasa wawang amushtti ng cakrabhra sumeng i ddadda, Umarah-arai tenggek sang bhismambekira wuwus

Maka dari sebab itu dengan tepatnya sang saja Kresna turun dari kereta Arjuna, adik iparnya, sehingga berdiri di atas tanah dan maju ke depan. Dengan cepat ia menggenggam cakramnya yang berkilauan dan bersinar di depan dadanya. Ia menunjukkan perhatiannya untuk menembak leher sang Bhisma.

Irika ta reshi bhismaharshakon mareka muwah, Lingira laki sabhagya n maskwamatana ri kami, Nghing atiki laki cakrantasopanawara dahat, Mara n umulih umungsir swargganteng haribhawana

Pada waktu itu dengan gembira resi Bhisma minta kepadanya untuk mendekati Bhisma. Ia berkata : Wahai putraku yang tercinta, sangatlah berbahagia saya apabila kamu membunuh saya. Hanya cakrammu yang merupakan jalan yang terbaik untukku kembali ke surgamu, ialah surga dewa Hari.

nahan ujarira sang sri bhismasabda tan asuwe, Jhattiti tumeddun enggal sang parthanggemengi tangan, Muhut iri sira khreshnnamatyana prawara reshi, Karannanira n umannddeg wandhyanakra reshiwara

Demikianlah perkataan sang Bhisma, kemudian Arjuna tidak membuang-buang waktu dan dengan cepat ia turun dan memegang tangan sang Kresna. Ia mencegah sang Kresna membunuh resi yang mulia itu. Maka dari sebab itu terhentilah ia dan gagalah ia dalam usahanya untuk melemparkan cakramnya kepada sang resi yang mulia itu

D.      Analisa Teks
Secara garis besar dalam bait yang kami teliti adalah suasana perang di Kurukshetra, yaitu ketika Arjuna berperang melawan pasukan Kurawa yang dipimpin oleh Bhisma Yang Mulia. Pada peperangan tersebut Arjuna yang mengendarai kereta yang dikusiri oleh Kresna telah berhasil memporak-porandakan barisan musuh. Arjuna dan Kresna bagaikan Dewa Waktu yang sewaktu-waktu dapat menghancurkan bumi Kuru dengan sekejap mata karena sangat hebatnya kekuatan dari mereka. Arjuna yang lihai dalam menggunakan senjata panah tak terkalahkan pada waktu itu, hingga pasukan Kurawa hampir musnah jika tidak diperitah mundur oleh Drona.
Kemudian tibalah saat Arjuna berhadap-hadapan dengan sang Bhisma. Mereka saling serang dengan kekuatan panah yang begitu dahsyat. Panah yang ditujukan oleh Arjuna kepada Bhisma, mentah begitu saja oleh perlindungan panah yang dibuat Bhisma. Panah yang ditujukan Bhisma kepada Arjuna pun tidak dapat menyentuh tubuh Arjuna, karena senjata panah mereka begitu kuat. Setelah sekian lama beradu panah, Arjuna melihat sekelilingnya, dan dia tampak sedih dan gelisah karena melihat raja-raja yang menjadi sekutu dari Pandawa gugur dalam peperangan, terlebih saat Arjuna melihat anaknya yang beribukan Dewi Ulupuy yang bernama Irawan tewas.
Dari itu Kresna sangat marah, sehingga ia turun dari keretanya dan dengan penuh amarah, ia menghampiri Bhisma dengan Cakram yang di depan dadanya yang siap memotong leher Bhisma. Akan tetapi, Bhisma tidak takut, melainkan senang dan berkata bahwa hanya cakramyalah jalan terbaik untuk mengantarkannya kembali ke Surga. Arjua yang mengetahui hal tersebut tanpa buang waktu langsung memegang tangan Kresna dan memohon agar tidak membunuh kakeknya tersebut. Karena permintaan dari sang Arjuna, maka gagal lah Kresna  untuk membunuh Bhisma.
Berdasarkan keterangan di atas, hal menarik yang dapat diambil adalah tersenyumnya Bhisma saat megetahui akan dibunuh oleh Sang Kresna. Dari kasus tersebut, penulis mengambil kesimpulan alasan mengapa Bhisma tersenyum atau merasa gembira saat mengetahui dirinya akan dibunuh oleh Kresna:
1.      Bhisma menginginkan perang segera diakhiri.
Sebelum perang terpecah, Bhisma sebenarnya telah mewanti-wanti terhadap keturunan Kuru agar tidak terjadi terlebih kepada pihak Pandawa dan Kurawa agar tidak berselisih mengenai hak dalam kerajaan. Akan tetapi, dalam berjalannya waktu, pihak Kurawa menginginkan agar Pandawa tidak mendapatkan jatah kerajaan, dan kerajaan Kuru sepenuhnya dikuasai oleh Kurawa, khususnya si Duryudana. Ketika pembagian jatah kerajaan, Pandawa diberikan sebagian tanah kerajaan untuk dipimpinnya. Akan tetapi pihak Kurawa menolaknya dan mengikrarkan perang dengan pihak Pandawa dengan Bhisma berada di pihaknya.
2.      Bhisma menginginkan Pandawa memenangkan peperangan.
Dalam kehidupan kerajaan, Bhisma sendiri sangat sayang terhadap putra-putra Pandu dengan saudara tertuanya Yudhistira karena dalam kehidupannya Pandawa tidak pernah melakukan tindakan-tindakan kotor, tindakan-tindakan yang memalukan kerajaannya, dan tidak pernah berbuat tidak jujur. Dalam peperangan pun sebenarnya Bhisma tidak rela hati untuk memerangi cucu kesayangannya, Pandawa, akan tetapi karena sumpah setyanya yang diucapkan kepada Duryudana untuk mengabdikan dirinya kepada Kerajaannya, maka dirinya tetap memenuhi sumpahnya untuk membela kerajaannya tersebut.
3.      Bhisma ingin menebus dosanya.
Di dalam hidupnya, Bhisma telah mengikrarkan seluruh hidupnya untuk membela kebenaran. Akan tetapi semua musnah karena akal licik Sangkuni yang membujuk Duryudana untuk memperdaya Bhisma agar masuk ke dalam pihaknya. Setelah tercetusnya perang di daratan Kuru, Bhisma mengingkari ikrar hidupnya untuk membela kebenaran dengan membela pihak Kurawa dengan ketidakbenaran di dalamnya, sehingga dia merasa berdosa dan ingin menebusnya.






















BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan di atas, maka kami dapat menarik simpulan sebagai berikut:
1.      Naskah Bharata Yoeddha-Kawi merupakan karya dari dua orang Mpu, yaitu Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dan ditulis kembali di Surakarta pada abad kesembilan belas oleh Pandji Soerja Widjaja. Naskah Bharata Yoeddha-Kawi pada saat ini tersimpan di Perpustakaan Harjonagaran. Naskah yang tertulis dengan gaya Quadratic Karaton Surakarta script di atas dluwang gedhong ini memiliki ciri unik dalam penulisan. Pertama, penulis memberikan koreksi pada tulisan dengan cara aksara diberikan sandhangan suku dengan wulu agar terlihat lebih rapi. Yang kedua, penulis mengoreksi semua tulisan lalu membenarkan kesalahan penulisannya dengan cara tulisan yang salah, atau aksara yang salah diberikan garis bawah, lalu aksara yang benar dituliskan di atas tulisan yang salah, karena tidak ada lagi ruang untuk menulis di sampingnya.
2.      Cerita dalam Kakawin Bharatayudha dimulai dengan perjalanan Kresna menuju negara Gajāhwaya untuk mewakili Pāņdawa dalam perundingan dengan Kurawa untuk menuntut bagian kerajaan.  Perundingan tersebut tampaknya tidak menemui kata sepakat sehingga meletuslah perang di antara Pandhawa dan Kurawa yang besar yang disebut BharatayuddhaDalam peperangan tersbut silih berganti kedua belah pihak mengajukan jago-jago terbaiknya sebagai panglima tertinggi pemimpin pasukan beserta dengan formasi-formasi perang terbaiknya.  Lama-kelamaan posisi Kurawa semakin terjepit sampai akhirnya berhasil dikalahkan dan tumpas hingga ke akarnya.  Cerita berakhir dengan kenaikan Kresna beserta para Pandhawa ke surga.
3.      Sajian data merupakan alih aksara beserta alih bahasa dari kutipan naskah Bharata Yuddha Pupuh XII bait 11-20 yang mengisahkan kehebatan Arjuna dalam peperangan melawan Bhisma yang kemudian Bhisma akan dibunuh oleh Kreshna.
4.      Hal menarik yang dapat diambil dari naskah Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20 adalah alasan perasaan senang Bhisma ketika akan dibunuh oleh Kresna, yaitu:
a.       Bhisma menginginkan perang segera diakhiri
b.      Bhisma menginginkan Pandawa memenangi peperangan.
c.       Bhisma ingin menebus dosanya.
DAFTAR PUSTAKA

Naskah Bharata Yoeddha-Kawi
Prof. Dr. R.M. Sutipto Wirjosuparto.Kakawin Bharata-Yuddha.1968.Bhratara: Jakarta
Pendit, Nyoman S. Mahabharata: Sebuah Perang Dahsyat di Medan Kurushetra.1980.Bharata Karya Aksara: Jakarta.
http://alangalangkumitir.wordpress.com/
http://wishnusudarmadji.blogspot.com/kakawin-bharatayuddha-serat-Bratayuda.html
http://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/38-kamus-dan-leksikon/226-kawi-jarwa-dirjasupraba-1931-1263


Tidak ada komentar:

Posting Komentar