BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara umum, Filologi merupakan ilmu yang
mempelajari naskah-naskah manuskrip, baik pada zaman Jawa Kuno, Jawa Tengahan,
Jawa Baru maupun Jawa Modern. Di negeri kita Indonesia ini sangat kaya akan
budaya, terutama kaya akan karya sastra yang identik lahir pada zaman kuno yang
tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Sastra Jawa Kuno meliputi sastra yang ditulis dalam
bahasa Jawa Kuno sekitar abad ke-9 sampai abad ke-14 Masehi. Karya sastra ini
ditulis baik dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin). Sastra Jawa
Kuno yang kita kenal dewasa ini diwariskan dalam bentuk manuskrip dan prasasti. Manuskrip-manuskrip
yang memuat teks Jawa Kuno tersebar sampai ribuan jumlahnya, sementara
prasasti-prasasti ada kira-kira puluhuan jumlahnya yang meski tidak semua
prasasti memuat teks kesustraan. Karya sastra Jawa Kuno sebagian besar
terlestarikan di Bali dan ditulis pada lontar. Walaupun sebagian besar sastra
Jawa Kuno banyak yang dilestarikan di Bali, di Jawa tidak sedikit pula sastra
Jawa Kuno yang dilestarikan. Sastra jawa kuno yang populer dan yang sering kita
kenal pada zaman dewasa ini, misalnya kakawin Ramayana, kakawin Bharatayuddha,
dan lain-lain.
Sastra Jawa Kuno yang akan penulis bahas di sini
adalah mengenai Kakawin Bharatayuddha yang berisi tentang peperangan hebat
antara Pandhawa melawan Kurawa. Kakawin Bharatayuddha Pada makalah ini, kami
akan membahas kutipan kakawin Bharatayuddha pada saat perang di medan
Kurusetra, yaitu saat Arjuna sedang berperang melawan
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
deskripsi umum naskah Kakawin Bharatayuddha?
2. Bagaimana
garis besar isi Kakawin Bharatayuddha?
3. Bagaimana
penyajian data kutipan dari naskah Bharatayuddha Pupuh
XII bait 11-20?
4. Apa
hal menarik yang dapa diambil dalam naskah Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20?
1. Menjelaskan
deskripsi umum naskah Kakawin Bharatayuddha.
2. Memberikan
gambaran secara garis besar Kakawin Bharatayuddha.
3. Menyajikan
data penelitian mengenai kutipan
naskah
Kakawin Bharatayuddha Pupuh
XII bait 11-20.
4. Memberikan penjelasan mengenai analisa teks naskah
Kakawin Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20.
D.
Batasan
Masalah
Agar tidak menyimpang
dari permasalahan dan dapat encapai sasaran yang diharapkan, maka penulis
membatasi permasalahan pada:
1.
Kajian naskah yang dibahas dalam
penelitian ini hanya kajian naskah yang ada dalam naskah Bharatayuddha.
2.
Kajian yang dituju adalah kajian teks
pada Pupuh XII bait 11-20 naskah Bharatayuddha.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Gambaran
Umum Naskah
Naskah ini
berjudul “Bharata Yoeddha-Kawi”, judul ini terdapat pada halaman ketiga. Naskah
ini merupakan naskah salinan yang merupakan hasil tulisan dari Raden Pandji
Soerja Widjaja. Naskah ini merupakan karya dari dua orang Mpu, yaitu Mpu Sedah
dan Mpu Panuluh dan ditulis kembali di Surakarta pada abad kesembilan belas,
dengan ukuran naskah 29x22 cm dan terhitung dengan 213 halaman. Naskah ini
tergolong naskah kuno dan memiliki metrum kakawin. Disebutkan dalam katalog
Nancy Florida volume 3, naskah ini tersimpan di Perpustakaan Hardjonagaran
(selanjutnya disebut PH) dengan kode HN 24 Reel 217/8. Bentuk tulisan pada
naskah ini cursive dengan penggunaan
pena lancip tinta hitam (naskah yang terdapat dalam PH: Quadratic Karaton
Surakarta script)
dan naskah ditulis di atas kertas yang bercapkan tulisan yang berbahasa Belanda
(dalam PH: dluwang gedhong).
Dalam naskah
yang kami teliti, kami menemukan dua jenis perbaikan kesalahan penulisan dalam
proses penyalinan naskah. Yang pertama, kami berpendapat bahwa penulis menulis
dan mengalami kesalahan dan langsung dibenarkan. Yang kedua, kami menilai
penulis menyalin semua tulisan seperti aslinya, lalu kemudian dikoreksi kembali
untuk dibenarkan penulisannya. Untuk jenis yang pertama, penulis memberikan
koreksi pada tulisan dengan cara aksara diberikan sandhangan suku dengan wulu
agar terlihat lebih rapi. Yang kedua, penulis mengoreksi semua tulisan lalu
membenarkan kesalahan penulisannya dengan cara tulisan yang salah, atau aksara
yang salah diberikan garis bawah, lalu aksara yang benar dituliskan di atas
tulisan yang salah, karena tidak ada lagi ruang untuk menulis di sampingnya.
Jadi, kami menyimpulkan bahwa kesalahan-kesalahan dengan cara pembenaran
tersebut merupakan style atau gaya
penulis dalam penulisan.
B.
Garis
Besar Kakawin Bharatayuda
Pertarungan
terakhir dalam Baratayuda antara Duryudana melawan Bima. Empu Sedah berkisah
dalam kitabnya ini tentang perang besar Pandawa-Kurawa. Bharatayuda, adalah
istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebut perang besar di Kurukshetra
antara keluarga Pandawa melawan Kurawa. Perang ini merupakan klimaks dari kisah
Mahabharata, yaitu sebuah wiracarita terkenal dari India. Istilah Bharatayuda
berasal dari kata Bharatayuddha (Perang Bharata), yaitu judul sebuah naskah
kakawin berbahasa Jawa Kuna yang ditulis pada tahun 1157 oleh Mpu Sedah atas
perintah Maharaja Jayabhaya, raja Kerajaan Kadiri. Sebenarnya kitab
baratayuda yang ditulis pada masa Kediri itu untuk simbolisme keadaan perang
saudara antara Kerajaan Kediri dan Jenggala yang sama sama keturunan Raja
Erlangga. Keadaan perang saudara itu digambarkan seolah-olah seperti yang
tertulis dalam Kitab Mahabarata karya Vyasa yaitu perang antara Pandawa dan
Kurawa yang sebenarnya juga keturunan Vyasa sang penulis Kisah Kakawin
Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat
Bratayuda oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta. Di
Yogyakarta, cerita Baratayuda ditulis ulang dengan judul Serat Purwakandha pada
masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V. Penulisannya dimulai pada 29
Oktober 1847 hingga 30 Juli 1848. Kakawin Bhāratayuddha di antara
karya-karya sastra Jawa Kuna, adalah yang paling termasyhur. Kakawin ini
menceritakan peperangan antara kaum Kurawa dan Pandawa, yang disebut peperangan
Bharatayuddha.
Kitab Kakawin
Bharatayuda kuno ini digubah oleh dua orang yaitu: mpu Sedah dan mpu
Panuluh. Bagian permulaan sampai tampilnya prabu Salya ke medan perang adalah
karya mpu Sedah, selanjutnya adalah karya mpu Panuluh. Konon ketika mpu Sedah
ingin menuliskan kecantikan Dewi Setyawati, permaisuri prabu Salya, ia
membutuhkan contoh supaya dapat berhasil. Maka putri prabu Jayabaya yang
diberikan kepadanya. Tetapi mpu Sedah diduga berbuat kurang ajar sehingga ia
dihukum dan karyanya harus diberikan kepada orang lain. Tetapi menurut mpu
Panuluh sendiri, setelah hasil karya mpu Sedah hampir sampai kisah sang prabu
Salya yang akan berangkat ke medan perang, maka tak sampailah hatinya akan
melanjutkannya. Maka mpu Panuluh diminta melanjutkannya. Kitab/kakawin ini
masih dapat ditemukan sampai sekarang ini dikarang oleh Empu Sedah, seorang
abdi dalem istana Kediri. Dia menggubah kitab ini pada tahun 1079 Saka atau
1157 Masehi, dengan sengkalan Sanga Kuda
Suddha Candrama. Tapi tenyata Tuhan tak meluluskan keinginannya untuk
menyelesaikan kitabnya ini. Beliau keburu meninggal dunia sebelum karyanya ini
selesai. Kakawin Bharatayudha dipersembahkan kepada Prabu Joyoboyo
(memerintah di Kerajaan Kediri atau Daha pada tahun 1130-1157 Masehi, Mapanji
Joyoboyo, Joyoboyo Laksana atau Sri Warmeswara.
Cerita
dalam Kakawin Bharatayudha dimulai dengan perjalanan Kŗşņa menuju negara
Gajāhwaya untuk mewakili Pāņdawa dalam perundingan dengan Kurawa untuk menuntut
bagian kerajaan. Perundingan tersebut tampaknya tidak menemui kata
sepakat sehingga meletuslah perang di antara Pāņdawa dan
Kurawa. Silih berganti kedua belah pihak mengajukan jago-jago
terbaiknya sebagai panglima tertinggi pemimpin
pasukan. Lama-kelamaan posisi Kurawa semakin terjepit sampai
akhirnya berhasil dikalahkan dan tumpas hingga ke akarnya. Cerita berakhir
dengan kenaikan Kreshna beserta para Pāņdawa ke surga hingga akhirnya tibalah
zaman Kali dan Wişnu kembali menjelma dalam diri Raja Jayabhaya guna memulihkan
perdamaian dan kesejahteraan di Pulau Jawa.
C.
Sajian
Data
Kutipan dari
Kakawin Bharatayuddha Kutipan di bawah ini mengambarkan suasana perang di
Kurukshetra, yaitu saat dimana Arjuna berhadapan dengan sang kakeknya, resi
Bhisma.

Tuwi
sira nrepa Kreshnnanindyasarathi n umarep, Aparimita rumakshe sang partha n seddeng
alaga, Syapa ta kurukulangheratanggwa ri pamukira, Rinasa n asemu kala
krodhangentyakena jagat
Dan raja Kreshna juga uang menjadi kusir
kereta dan dengan mahirnya maju ke depan. Dengan tidak ada taranya ia
melindungi sang Arjuna yang sedang bertempur. Siapakah di antara orang Kurawa
yang dapat bertahan untuk menahan serangan raja Kreshna? Orang merasakan
seolah-olah Kreshna itu dewa waktu yang marah dan akan membinasakan dunia

Niyata
laruta sakwehning yodha sakurukula, Yata n angutusa sang sri bhisma dronna
sumuruda, Tuwi peteng i walekning rennwangde lewu wulangun, Wekasan awa tekapni
rah lumramaddeti lebu
Orang-orang prajurit Kurawa semuanya
pasti akan binasa apabila Drona da Bhisma tidak memerintahkan untuk mundur.
Begitu pula penglihatan menjadi gelap disebebkan oleh debu yang
berhamburan,sehingga menyebabkan kebingungan. Akhirnya teranglah lagi karena
darah yang mengalir kian kemari itu bercampr dengan debu

Ri
marinika peteng tang rah lwir sagara magebek, Makalatuha rawisning wira n mati
mapupuhan, Gaja kuda karanganya hrwanjrah pannddana n ika sok, Aracana
makakawyang sura tan wedi maputih
Setelah gelap itu hilang, darah
kelihatan seperti lautan ang mengombak. Kumis orang-orang pahlawan yang gugur
karena berhantam-hantaman dapat disamakan dengan rumput laut, sedangkan gajah
dan kuda disamakan dengan karang laut sedangkan panah yang tersebar dimana-mana
dapat disamakan dengan pohon pandan yang berdekatan. Orang-orang pahlawan yang
tidak takut mengadakan serangan pembalasan itu dapat disamakan dengan penyair
yang menyusun syair.

Irika sira maharshi n karyyamuk tan
ilu murud, Pinanah
inirup endah mangkin garjjita masiga, Hana n asemu katon ring dik lawan widik
angeddap, Kadi gila kadi maya lalitya n paratha-rathan
Pada waktu itu sang resi besar
tertinggal sendiri karena ia akan membuat serangan ia tidak ikut lari. Walaupun
ia dipanah dan dikepung, namun ia malahan bertambah indah kelihatannya dan
makin besar kegembiraannya. Ada beberapa orang yang rupa-rupanya kelihatan di
angkasa, seolah-olah berkilauan. Secara bermain-main mereka naik kereta,
kelihatan seperti khayalan dan tidak sungguh

Karannanira
n umangso sri duryyodhana sakuni, Makamuka krepa salya dronna mwang sakurukula,
Padda mulat i kasuran sang bhismaticaya
dahat, Sara waranira sar sok lumra ring tawang awilet
Maka dari sebab itu raja Duryudana dan
Sengkuni maju ke depan dengan didahului oleh Krepa, Salya, Drona dan keluarga
Kurawa. Mereka melihat keberanian sang Bhisma yang luar biasa itu. Panahnya
yang tajam beterbangan keseluruh arah dalam kelompok yang berimpit-impitan dan
tidak karuan keadaannya di angkasa.

Lewu
marika kasaktin sang parthapana-panahan, Kasatagunna kakottyan dening hru
parama reshi, Pinarawasa tinanggul de sang phalgunna tinahen, Makin asusun atambeh
lwir warshangibeki langit
Panah-panah itu dialahkan dan ditahan
dalam gerakannya oleh Arjuna. Arjuna sangat luar biasa kepandaiannya dalam hal
menembak dengan panah. Walaupun demikian halnya, panahnya yang ratusan julahnya
itu masih diatasi oleh panah sang resi besar yang berjuta-juta jumlahnya. Sebab
makin lama makin berlipat ganda jumlah panah sang Bhisma dan jumlahnya makin
bertambah seperti hujan yang memenuhi angkasa.

Irika
n asemu kepwan sang partharddha kaparihan, Lumihat i paranathakweh mating ratha
karunna, Nya sang irawan anak sang parthawas lawan ulupuy,Pejah alaga lawan
sang srenggi rakshasa nipunna
Pada ketika itu rupanya Arjuna menjadi
gelisah dan agak kecewa, setelah ia melihat raja-raja yang secara menyedihkan
telah terbunuh dalam keretanya. Di sanalah terdapat Irawan anak Arjuna dari
ibunda Dewi Ulupuy yang gugur dalam pertempuran dengan sang Srenggi, ialah
seorang raksasa yang ulung.

Ya
karannanira sang sri kreshnan laghawa tumeddun, Saka ri ratha sang anten
mungwing bhumi yang umaso, Sahasa wawang amushtti ng cakrabhra sumeng i ddadda,
Umarah-arai tenggek sang bhismambekira wuwus
Maka dari sebab itu dengan tepatnya sang
saja Kresna turun dari kereta Arjuna, adik iparnya, sehingga berdiri di atas
tanah dan maju ke depan. Dengan cepat ia menggenggam cakramnya yang berkilauan
dan bersinar di depan dadanya. Ia menunjukkan perhatiannya untuk menembak leher
sang Bhisma.


Irika
ta reshi bhismaharshakon mareka muwah, Lingira laki sabhagya n maskwamatana ri
kami, Nghing atiki laki cakrantasopanawara dahat, Mara n umulih umungsir
swargganteng haribhawana
Pada waktu itu dengan gembira resi
Bhisma minta kepadanya untuk mendekati Bhisma. Ia berkata : Wahai putraku yang
tercinta, sangatlah berbahagia saya apabila kamu membunuh saya. Hanya cakrammu
yang merupakan jalan yang terbaik untukku kembali ke surgamu, ialah surga dewa
Hari.

nahan
ujarira sang sri bhismasabda tan asuwe, Jhattiti tumeddun enggal sang
parthanggemengi tangan, Muhut iri sira khreshnnamatyana prawara reshi, Karannanira
n umannddeg wandhyanakra reshiwara
Demikianlah perkataan sang Bhisma,
kemudian Arjuna tidak membuang-buang waktu dan dengan cepat ia turun dan
memegang tangan sang Kresna. Ia mencegah sang Kresna membunuh resi yang mulia
itu. Maka dari sebab itu terhentilah ia dan gagalah ia dalam usahanya untuk
melemparkan cakramnya kepada sang resi yang mulia itu
D.
Analisa Teks
Secara garis
besar dalam bait yang kami teliti adalah suasana perang di Kurukshetra, yaitu ketika
Arjuna berperang melawan pasukan Kurawa yang dipimpin oleh Bhisma Yang Mulia.
Pada peperangan tersebut Arjuna yang mengendarai kereta yang dikusiri oleh
Kresna telah berhasil memporak-porandakan barisan musuh. Arjuna dan Kresna
bagaikan Dewa Waktu yang sewaktu-waktu dapat menghancurkan bumi Kuru dengan
sekejap mata karena sangat hebatnya kekuatan dari mereka. Arjuna yang lihai
dalam menggunakan senjata panah tak terkalahkan pada waktu itu, hingga pasukan
Kurawa hampir musnah jika tidak diperitah mundur oleh Drona.
Kemudian tibalah
saat Arjuna berhadap-hadapan dengan sang Bhisma. Mereka saling serang dengan
kekuatan panah yang begitu dahsyat. Panah yang ditujukan oleh Arjuna kepada
Bhisma, mentah begitu saja oleh perlindungan panah yang dibuat Bhisma. Panah
yang ditujukan Bhisma kepada Arjuna pun tidak dapat menyentuh tubuh Arjuna,
karena senjata panah mereka begitu kuat. Setelah sekian lama beradu panah,
Arjuna melihat sekelilingnya, dan dia tampak sedih dan gelisah karena melihat
raja-raja yang menjadi sekutu dari Pandawa gugur dalam peperangan, terlebih
saat Arjuna melihat anaknya yang beribukan Dewi Ulupuy yang bernama Irawan
tewas.
Dari itu Kresna
sangat marah, sehingga ia turun dari keretanya dan dengan penuh amarah, ia
menghampiri Bhisma dengan Cakram yang di depan dadanya yang siap memotong leher
Bhisma. Akan tetapi, Bhisma tidak takut, melainkan senang dan berkata bahwa
hanya cakramyalah jalan terbaik untuk mengantarkannya kembali ke Surga. Arjua
yang mengetahui hal tersebut tanpa buang waktu langsung memegang tangan Kresna
dan memohon agar tidak membunuh kakeknya tersebut. Karena permintaan dari sang
Arjuna, maka gagal lah Kresna untuk
membunuh Bhisma.
Berdasarkan
keterangan di atas, hal menarik yang dapat diambil adalah tersenyumnya Bhisma
saat megetahui akan dibunuh oleh Sang Kresna. Dari kasus tersebut, penulis
mengambil kesimpulan alasan mengapa Bhisma tersenyum atau merasa gembira saat
mengetahui dirinya akan dibunuh oleh Kresna:
1.
Bhisma
menginginkan perang segera diakhiri.
Sebelum
perang terpecah, Bhisma sebenarnya telah mewanti-wanti terhadap keturunan Kuru
agar tidak terjadi terlebih kepada pihak Pandawa dan Kurawa agar tidak
berselisih mengenai hak dalam kerajaan. Akan tetapi, dalam berjalannya waktu,
pihak Kurawa menginginkan agar Pandawa tidak mendapatkan jatah kerajaan, dan
kerajaan Kuru sepenuhnya dikuasai oleh Kurawa, khususnya si Duryudana. Ketika
pembagian jatah kerajaan, Pandawa diberikan sebagian tanah kerajaan untuk
dipimpinnya. Akan tetapi pihak Kurawa menolaknya dan mengikrarkan perang dengan
pihak Pandawa dengan Bhisma berada di pihaknya.
2.
Bhisma
menginginkan Pandawa memenangkan peperangan.
Dalam
kehidupan kerajaan, Bhisma sendiri sangat sayang terhadap putra-putra Pandu
dengan saudara tertuanya Yudhistira karena dalam kehidupannya Pandawa tidak
pernah melakukan tindakan-tindakan kotor, tindakan-tindakan yang memalukan
kerajaannya, dan tidak pernah berbuat tidak jujur. Dalam peperangan pun
sebenarnya Bhisma tidak rela hati untuk memerangi cucu kesayangannya, Pandawa,
akan tetapi karena sumpah setyanya yang diucapkan kepada Duryudana untuk
mengabdikan dirinya kepada Kerajaannya, maka dirinya tetap memenuhi sumpahnya
untuk membela kerajaannya tersebut.
3.
Bhisma
ingin menebus dosanya.
Di
dalam hidupnya, Bhisma telah mengikrarkan seluruh hidupnya untuk membela
kebenaran. Akan tetapi semua musnah karena akal licik Sangkuni yang membujuk
Duryudana untuk memperdaya Bhisma agar masuk ke dalam pihaknya. Setelah
tercetusnya perang di daratan Kuru, Bhisma mengingkari ikrar hidupnya untuk
membela kebenaran dengan membela pihak Kurawa dengan ketidakbenaran di
dalamnya, sehingga dia merasa berdosa dan ingin menebusnya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
keterangan yang telah dipaparkan di atas, maka kami dapat menarik simpulan
sebagai berikut:
1.
Naskah
Bharata Yoeddha-Kawi merupakan karya dari dua orang Mpu,
yaitu Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dan ditulis kembali di Surakarta pada abad
kesembilan belas oleh Pandji
Soerja Widjaja. Naskah Bharata
Yoeddha-Kawi pada saat ini tersimpan di Perpustakaan Harjonagaran. Naskah yang
tertulis dengan gaya Quadratic Karaton Surakarta script di atas dluwang gedhong ini memiliki ciri unik dalam
penulisan. Pertama, penulis memberikan koreksi pada tulisan
dengan cara aksara diberikan sandhangan suku dengan wulu agar terlihat lebih
rapi. Yang kedua, penulis mengoreksi semua tulisan lalu membenarkan kesalahan
penulisannya dengan cara tulisan yang salah, atau aksara yang salah diberikan
garis bawah, lalu aksara yang benar dituliskan di atas tulisan yang salah,
karena tidak ada lagi ruang untuk menulis di sampingnya.
2.
Cerita
dalam Kakawin Bharatayudha dimulai dengan perjalanan Kresna menuju negara Gajāhwaya untuk
mewakili Pāņdawa dalam perundingan dengan Kurawa untuk menuntut bagian
kerajaan. Perundingan tersebut tampaknya tidak menemui kata sepakat
sehingga meletuslah perang di antara Pandhawa
dan Kurawa yang besar yang disebut Bharatayuddha. Dalam
peperangan tersbut silih
berganti kedua belah pihak mengajukan jago-jago terbaiknya sebagai panglima tertinggi pemimpin
pasukan beserta dengan formasi-formasi perang terbaiknya. Lama-kelamaan posisi
Kurawa semakin terjepit sampai akhirnya berhasil dikalahkan dan tumpas hingga
ke akarnya. Cerita berakhir dengan kenaikan Kresna beserta para Pandhawa ke surga.
3.
Sajian data merupakan alih aksara
beserta alih bahasa dari kutipan naskah Bharata Yuddha
Pupuh XII bait 11-20 yang mengisahkan kehebatan Arjuna dalam peperangan melawan
Bhisma yang kemudian Bhisma akan dibunuh oleh Kreshna.
4. Hal
menarik yang dapat diambil dari naskah Bharatayuddha Pupuh XII bait 11-20
adalah alasan perasaan senang Bhisma ketika akan dibunuh oleh Kresna, yaitu:
a. Bhisma
menginginkan perang segera diakhiri
b. Bhisma
menginginkan Pandawa memenangi peperangan.
c. Bhisma
ingin menebus dosanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Naskah Bharata Yoeddha-Kawi
Prof. Dr. R.M. Sutipto
Wirjosuparto.Kakawin Bharata-Yuddha.1968.Bhratara: Jakarta
Pendit, Nyoman S. Mahabharata:
Sebuah Perang Dahsyat di Medan Kurushetra.1980.Bharata Karya Aksara:
Jakarta.
http://alangalangkumitir.wordpress.com/
http://wishnusudarmadji.blogspot.com/kakawin-bharatayuddha-serat-Bratayuda.html
http://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/38-kamus-dan-leksikon/226-kawi-jarwa-dirjasupraba-1931-1263
Tidak ada komentar:
Posting Komentar